Rabu, 07 Desember 2011

Engkaulah tulang rusuk yang hilang di tubuh ini


“99 kebaikan akan terhapus oleh satu buah keburukan, 99 keburukan belum tentu hilang oleh satu kebaikan.”
Sulit rasanya memosisikan diri saat sebuah persepsi sudah terbentuk. Bagaimanapun caranya berkilah, stigma negative terlanjur ter-cap di kening. Saat semua itu terjadi, cara terbai yang bisa dilakukan adalah berdo’a dan membuktikan jika persepsi itu bisa dirubah.
Hanya saja pertanyaannya, bagaimana caranya?
Hingga saat ini, pertanyaan itu belum juga mampu terjawab. Ketika sebuah masalah yang “mirip-mirip” terjadi, sialnya persepsi itu kembali muncul entah tanpa disadari atau sudah terkonsep sebelumnya.
Kata putus asa memang sempat terlintas. Namun alangkah piciknya, keputusasaan yang besarnya tak lebih dari sebiji semangka itu bisa membenamkan kesabaran dan kesungguhan yang besarnya melebihi ruang hati.
Memang, lagi-lagi kalimat “mana janji awalnya?” memupus harapan untuk kembali berdiri tegak untuk kemudian berjalan lagi. Atau mungkin saja apa yang telah dilakukan selama ini dengan sedikit “pembiaran” tidaklah cukup?
Manusia memang unik dengan banyak cinta didalamnya.
“Love is hurt at the end”
Pada akhirnya, entah karena pilihan sendiri atau kehendak Tuhan memisahkan di dunia, cinta pada akhirnya akan selalu menyakitkan. Kepada siapa kita rela berkorbanlah yang menjadi pembedanya. Dan aku, sejak memutuskan untuk memilihmu telah siap untuk berkorban. Hanya kuasa Tuhan yang mampu menenggelamkan keputusan ini.
Kekuatanku satu, keyakinan bahwa engkaulah tulang rusuk yang hilang di tubuh ini.

Senin, 05 Desember 2011

Malam panjang.........


Malam ini, bukan karena tiada kehidupan yang tersisa di tepian malam. Mungkin kehangatan malam bisa saja kuciptakan tanpa memperdulikan derasnya angin yang menusuk-nusuk tulangku. Aku bahkan mampu mencipkan sedikit, yah sedikit cahaya diantara kepungan sang kegelapan.


Namun, suasana kalbu ini tak rela melihat ketabahan ragaku yang semakin mencapai titik nadirnya. Aku pun semakin jauh dari ruh diriku sendiri. Anganku tertuju akan resah dan janjiku pada dia yang tertanam dalam khayalku meski aku harus berusaha dengan keringat darah yang tak kunjung habisnya untuk meyakinkan bahwa malam ini adalah malam dan aku menjalaninya sendiri menuju mentari nanti.


Malam ini aku terkantuk akan terlalu banyak janji yang telah ku berikan kepada dia, hingga aku sendiri lupa untuk mengingatnya, apakah benar aku memang telah berjanji? Harus aku akui, meski tak wajib dia pahami, aku telah banyak mengeluarkan darah di goresan hati ini untuk tetap bisa mendekat kepadanya. Sedikitnya aku merasa sudah terlalu dekat hingga sangat mabuk akan darah yang ku alirkan dari jasadku sendiri.


Mungkin dia belum merasa itu cukup, tapi aku merasabegitu telah lemas, hanya sedikit darah yang tertinggal untuk melewati malam ini dengan tenang. Sudah ku bilang aku akan “seperti biasanya”, sebelum malam-malam yang pernah terlewati antara aku dan dia, buktinya, malam ini bisa kutemui kembali walau tanpa adanya bayangan yang biasa tampak. Aku sudah “seperti biasanya”.  Setidaknya memang “Seperti biasa”-nya aku biasa.


Dia hidup dengan bayangnya, dan aku akan terus mencari bayangku lagi. Mudah,khan? Berhentilah merasa malam ini gelap…!!! Karena malam ini memang gelap…!!!


Toh, akhirnya, aku jalani atau tidak atau kau mau atau tidak esok akan tetap melewati kita. Aku hanya ingin sedikit saja dia tahu, janji “seperti biasa” yang pernah ku ucapkan kepadanya masih tetap kuperjuangkan dengan tetes-tetes darah yang tersisa, hanya saja….”seperti biasa” itu, perlu kau ketahui, akan menguburku…dalam. Jika kau merasa tenang dengan dalamnya bumi menghisapku, aku akan tersenyum saat bumi menyerap sedikit demi sedikit kesadaranku akan sadarku sendiri.


“Seperti biasa” janjiku….

Aku akan selalu “seperti biasa”…seperti yang “seperti biasa”-nya aku menatap mu.